TUGAS KELOMPOK DINAMIKA PERUBAHAN IKLIM KELAS 7
KELOMPOK
1
689 Hektare Padi di NTT
Terdampak Kekeringan
Aktivitas:
Ø Siswa dibagi
dalam kelompok dan diberi studi kasus dampak perubahan iklim di sektor
berbeda.
Ø Tiap kelompok
menganalisis: Apa masalah
utamanya? Apa dampaknya bagi masyarakat? Apa solusi kreatif yang dapat diusulkan
dari perspektif pelajar?
Ø Hasil analisis
dituangkan dalam bentuk
poster digital, infografis, atau presentasi mini menggunakan Canva/PowerPoint/platform
pembelajaran lainnya.
Ø Setiap kelompok
mempresentasikan hasilnya ke kelas.
(VICTORYNEWS) – Sebanyak 689 hektare (Ha) lahan
padi di Provinsi NTT rusak terkena dampak kekeringan. Mulai dari
kerusakan ringan, sedang, berat hingga gagal panen. Dari 689 hektare lahan padi
yang mengalami kekeringan itu, 63,5 Ha lahan mengalami gagal panen, dan 553,5
Ha yang terkena kekeringan pulih kembali atau pertumbuhannya kembali normal.
Pernyataan ini disampaikan Kepala Dinas Pertanian
dan Ketahanan Pangan NTT, Lecky Frederik Koly yang dikonfirmasi melalui
Sekretaris Dinas, Joaz B Umbu Wanda, Senin, (8/1/2024). Selain Padi, lanjut
Joaz, lahan jagung seluas 242,0 Ha juga terkena dampak kekeringan. 5,0 Ha gagal
panen, dan 230.7 Ha pulih kembali. Sedangkan Sorgum yang terkena dampak
kekeringan seluas 15,0 Ha, namun semua pulih kembali. Sementara khusus komoditi
kedelai yang mengalami kerusakan akibat kekeringan seluas 7,0 Ha, tetapi 4.0 Ha
pulih kembali. Dan untuk komoditi kacang hijau yang mengalami dampak seluas 0,4
Ha.
“Komoditi tanaman pangan dan hortikultura yang menjadi
prioritas penanganan Dinas Pertanian Provinsi NTT selama tahun 2023 yaitu padi,
jagung, Sorgum, kedelai, kacang hijau, dan tanaman hortikultura berupa sayur-sayuran di pekarangan dan
kegiatan antisipasi gagal panen dibiayai oleh APBD,” beber Umbu. Umbu
menjelaskan, kondisi fenomena El Nino atau musim kemarau ekstrem
merupakan kondisi dimana suhu muka laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah
mengalami pemanasan di atas kondisi normal hal ini dapat menyebabkan kekeringan
yang berkepanjangan dan mengurangi ketersediaan air sehingga memberi
dampak yang besar bagi sektor pertanian.
Menurut Umbu, terjadinya perubahan iklim ini
berdampak langsung pada adanya pergeseran musim tanam sehingga
menyulitkan petani menentukan waktu tanam (kalender tanam) dan waktu
panen tanaman pangan khususnya padi. Adanya serangan hama dan penyakit dengan
variannya, terjadinya gagal tanam dan gagal panen semakin luas, menurunnya
produksi dan produktivitas tanaman oleh karena perlunya mitigasi dan adaptasi
agar tidak terjadinya rawan pangan yang merugikan petani.
Mitigasi yang dilakukan Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan NTT bersama instansi terkait agar tetap berjalannya produksi tanaman
pangan, meliputi: Pertama, melakukan koordinasi dengan BMKG untuk selalu
mendapat informasi cuaca yang update. Melakukan mapping terhadap titik-titik
air yang masih tersedia bersama PUPR untuk konservasi air dan mengoptimalkan
embung-embung, dan dukungan pompa air. “Mempersiapkan benih- benih padi,
jagung, sorgum, kacang hijau yang umur genjah/pendek dan tahan kondisi kekurangan
air sebagai stimulus ketahanan pangan dan ekonomi RT petani terdampak,”
bebernya. Ia menambahkan, untuk jangka panjang dengan memanfaatkan konsep
teknologi pertanian cerdas yaitu smart farming green house seperti di Oetalu,
dan Penfui.
Sumber:https://distankp.nttprov.go.id/web/artikel/689-hektare-padi-di-ntt-terdampak-kekeringan/)
KELOMPOK 2
ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN UNTUK PARIWISATA DI BALI
Oleh: Ratih Nirmala Putri (Mahasiswa Undiksha Tahun 2024)
Aktivitas:
Ø Siswa dibagi
dalam kelompok dan diberi studi kasus dampak perubahan iklim di sektor
berbeda.
Ø Tiap kelompok
menganalisis: Apa masalah
utamanya? Apa dampaknya bagi masyarakat? Apa solusi kreatif yang dapat diusulkan
dari perspektif pelajar?
Ø Hasil analisis
dituangkan dalam bentuk
poster digital, infografis, atau presentasi mini menggunakan Canva/PowerPoint/platform
pembelajaran lainnya.
Ø Setiap kelompok
mempresentasikan hasilnya ke kelas.
Sebelum
sektor pariwisata berkembang secara masif di Bali, pertanian menjadi sektor
utama yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat Bali. Dalam beberapa dekade
terakhir, terjadi perubahan terhadap sektor pertanian, dimana secara umum
sektor pariwisata berubah menjadi sektor utama yang menjadi tumpuan ekonomi
dikarenakan perkembangannya yang sangat cepat. Perkembangan pada sektor
pariwasata yang masif ini banyak terjadi di wilayah Bali bagian
selatan (Putri dkk.,
2022), hal tersebut menjadikan masyarakat meninggalkan sektor pertanian yang
dikarenakan oleh perbedaan penghasilan yang cukup tinggi pada kedua sektor
tersebut.
Hal ini merupakan peluang sekaligus tantangan
bagi Bali untuk mempertahankan wilayah pertaniannya, pariwisata tentunya memberikan
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat namun tantangan yang
dihadirkan juga tidak dapat dipandang remeh. I Wayan Suarjana S.TP dalam
artikel yang berjudul “Diantara Pariwisata dan Alih Fungsi Lahan Pertanian di
Bali” menyebutkan bahwa tantangan-tantangan yang harus dihadapi Bali
kedepannya meliputi 1) berkurangnya jumlah luas wilayah pertanian yang
produktif akibat dari alih fungsi lahan, 2) menurunnya minat generasi muda
untuk bekerja di sektor pertanian, 3) menurunnya daya dukung lingkungan akibat
dari menurunnya debit air permukaan dan berbagai dampak lainnya
Menurut
data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, pada Tahun 2017 luasan sawah yang ada
di Provinsi
Bali mencapai 78.626 Ha. Angka ini terus mengalami penurunan seiring dengan
meningkatnya alih fungsi lahan yang digunakan untuk akomodasi wisata seperti
hotel dan villa. Konversi lahan pertanian yang terjadi ini tidak hanya
mengancam ketahanan pangan, namun juga mengancam keberlanjutan sistem irigasi
tradisional Bali, yaitu subak. Alih
fungsi lahan pertanian menjadi lahan pariwisata tentunya mengakibatkan
berkurangnya luas wilayah yang digunakan untuk produksi pangan, dimana areal
persawahan yang dulunya merupakan sumber utama pangan lokal saat ini telah
beralih fungsi menjadi area komersial.
Hal tersebut menyebabkan berkurangnya
ketahanan pangan lokal dan mengakibatkan ketergantungan pasokan pangan yang
berasal dari luar pulau bahkan luar negeri. Dengan terjadinya hal tersebut,
menyebabkan adanya perubahan yang signifikan dalam tutupan lahan, dimana
perubahan ini tidak hanya berpengaruh pada lanskap, tetapi juga berdampak pada biodiversitas
lokal.
Dampak
Terhadap Tutupan Lahan
Adanya alih fungsi lahan di Bali, mengakibatkan
terjadinya perubahan yang signifikan pada tutupan lahan yang mencerminkan
distribusi penggunaan lahan. Lahan pertanian yang sebelumnya memiliki fungsi
sebagai kawasan hijau dan kawasan penyimpanan air kini telah berganti menjadi
bangunan-bangunan beton. Perubahan-perubahan yang terjadi ini menimbulkan
beberapa perubahan ekologis dan sosial yang signifikan, diantaranya:
Menurunnya
tingkat ketersediaan air bersih, sebagai sistem irigasi tradisonal Bali yang
diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya, Subak sangat bergantung pada
keberlanjutan lahan pertanian (Sidiq dkk., 2020). Alih fungsi lahan yang
semakin banyak terjadi memberikan ancaman bagi keberadaan Subak, jika hal ini
terjadi terus-menerus secara masif dapat berakibat pada pengaturan air di
seluruh wilayah Bali.
Sistem Subak yang terganggu akan mengakibatkan berkurangnya ketersediaan air
bersih, baik untuk sektor pertanian maupun kebutuhan sehari-hari
masyarakat. Terjadinya
degradasi ekosistem, terjadinya alih fungsi lahan ini mengakibatkan hilangnya
ekosistem sawah dan hutan yang sebelumnya mendominasi tutupan lahan di Bali.
KELOMPOK 3
Perubahan Cuaca
Extrem Bisa Picu Gangguan Kesehatan Kronis, Begini Pencegahanya
Aktivitas:
Ø Siswa dibagi
dalam kelompok dan diberi studi kasus dampak perubahan iklim di sektor
berbeda.
Ø Tiap kelompok
menganalisis: Apa masalah
utamanya? Apa dampaknya bagi masyarakat? Apa solusi kreatif yang dapat diusulkan
dari perspektif pelajar?
Ø Hasil analisis
dituangkan dalam bentuk
poster digital, infografis, atau presentasi mini menggunakan Canva/PowerPoint/platform
pembelajaran lainnya.
Ø Setiap kelompok
mempresentasikan hasilnya ke kelas.
WARTAKOTALIVE.COM,
JAKARTA - Fenomena perubahan iklim yang terjadi di Indonesia
akhir-akhir ini, rupanya bisa berdampak pada terganggunya kesehatan, baik akut
maupun kronis.
Diungkap oleh
praktisi kesehatan, Dokter Ngabila Salama, perubahan iklim
ekstrem bisa memicu polusi udara. Dengan begitu, permasalahan kesehatan akut
seperti ISPA, Pneumonia, hingga alergi kulit, dimungkinkan terjadi dan menjadi
bom waktu.
"Kronisnya, bisa
menyebabkan malnutrisi, masalah tumbuh kembang, kardiovaskuler (hipertensi,
penyakit jantung), kanker, asma, PPOK (paru obstruktif kronis)," mata
Ngabila saat dikonfirmasi, Selasa (6/5/2025).
Masalah lain yang
mungkin timbul juga terkait air bersih. Kesulitan air bersih, bisa memicu
berbagai penyakit seperti thypoid, diare, leptospirosis, dan penyakit kulit. Sementara
cuaca panas ekstrem, bisa mengakibatkan heat stroke.
"Jika cuaca lembab, bisa
menyebabkan malaria, cikungunya, DBD, penyakit potensial KLB lainnya terutama
yang dibawa vektor hewan (nyamuk dan lain-lain)," ungkap Ngabila. Untuk
mengatasi ini, ada beberapa rekomendasi yang bisa dilakukukan oleh sejumlah
pihak, termasuk pemerintah.
Pertama, kata
Ngabila, perlu dilakukan riset atau studi kausatif dan molekular terhadap
dampak kronis kesehatan seperti kanker, kardiovaskular, mental emosional,
kognitif, tumbuh kembang, dan lain-lain.
"Kedua, terus
perbaiki data sampai level mikro untuk rekomendasi kebijakan," kata
Ngabila.
"Tiga,
kolaborasi masif lintas sektor dan pentahelix seperti best practice website
DBDklim sejak 2016 BMKG dengan Dinkes Provinsi DKI Jakarta untuk menentukan
prediksi jumlah kasus DBD di kabupaten/kota per minggu berdasarkan Relative
Humidity atau kelembaban," lanjurnya
Menurut dia,
kolabarasi semacam itu sudah direplikasi di Provinsi Bali.
"Kedepannya
semoga bisa sampai level kecamatan dan juga bisa untuk prediksi kasus ISPA atau
Pneumonia berbasis data polusi udara misalnya PM 2.5," jelasnya.
Terakhir, Ngabila
memandang perlu ada sosialisasi ke masyarakat dan ajakan partisipasi aktif
menjaga lingkungan dan membatasi emisi, baik rumah tangga, industri,
transportasi, dan lain-lain.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Perubahan Cuaca Extrem Bisa Picu Gangguan
Kesehatan Kronis, Begini Pencegahanya,
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Valentino Verry
KELOMPOK
4
Perubahan Iklim: Ancaman Nyata dan Mendesak
Aktivitas:
Ø Siswa dibagi
dalam kelompok dan diberi studi kasus dampak perubahan iklim di sektor
berbeda.
Ø Tiap kelompok
menganalisis: Apa masalah
utamanya? Apa dampaknya bagi masyarakat? Apa solusi kreatif yang dapat diusulkan
dari perspektif pelajar?
Ø Hasil analisis
dituangkan dalam bentuk
poster digital, infografis, atau presentasi mini menggunakan Canva/PowerPoint/platform
pembelajaran lainnya.
Ø Setiap kelompok
mempresentasikan hasilnya ke kelas
Perubahan iklim global tidak lagi menjadi ancaman yang
jauh, melainkan telah menjadi kenyataan yang mempengaruhi kehidupan
sehari-hari, terutama bagi negara-negara kepulauan kecil di kawasan Pasifik dan
masyarakat pesisir di Papua. Negara-negara kecil seperti Kiribati, Tuvalu, dan
Kepulauan Solomon kini berada di garis depan krisis ini, meskipun kontribusi
mereka terhadap emisi gas rumah kaca hampir nol. Mereka menghadapi ancaman
nyata seperti kenaikan permukaan laut, pemutihan terumbu karang, siklon tropis
yang semakin kuat, hingga ancaman relokasi massal penduduk. Ini adalah krisis
yang bukan hanya bersifat lingkungan, tetapi telah menjadi masalah kemanusiaan.
Kondisi Papua: Rentan, Namun Kuat Bertahan
Papua yang sering dianggap masih “jauh dari pusat
krisis”, kini menghadapi dampak perubahan iklim secara langsung. Erosi pantai
di Merauke, pemutihan terumbu karang di Raja Ampat, serta pola cuaca yang
semakin tidak menentu adalah manifestasi dari krisis global tersebut.
Masyarakat pesisir di Papua, yang telah hidup berdampingan dengan laut selama
berabad-abad, kini berada dalam posisi sangat rentan. Bukan hanya secara
ekologis, tetapi juga secara kultural. Warisan budaya seperti praktik sasi
sebagai bentuk kearifan lokal dalam menjaga laut, kini terancam akibat rusaknya
ekosistem laut dan pesisir.
Perubahan iklim di Papua bukan sekadar soal lingkungan
hidup, tetapi telah menjadi ancaman terhadap ketahanan pangan, kesehatan,
bahkan identitas budaya masyarakat adat. Maka, upaya adaptasi dan mitigasi
perlu dilakukan dengan pendekatan yang lebih holistik, yakni dengan
menggabungkan ilmu pengetahuan modern dan kearifan lokal. Program konservasi
mangrove, rehabilitasi terumbu karang, hingga pelibatan masyarakat lokal dan
kampus-kampus di Papua adalah langkah awal yang baik untuk membangun ketahanan
komunitas.
Kolaboratif dan
Kontekstual
Solusi menghadapi perubahan iklim di wilayah Pasifik
dan Papua tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan teknokratis dari pemerintah
atau lembaga internasional. Dibutuhkan keterlibatan aktif dari seluruh pemangku
kepentingan, termasuk masyarakat lokal, NGO, akademisi, serta dukungan
kebijakan dari pemerintah pusat dan daerah.
Adaptasi berbasis ekosistem seperti konservasi
mangrove di Teluk Bintuni, serta perlindungan pandan laut (Pandanus
tectorius) yang dapat mengurangi abrasi dan melindungi pantai, terbukti efektif
sebagai bentuk mitigasi berbasis alam. Selain itu, penguatan kapasitas
masyarakat lokal melalui edukasi, pelatihan, dan pengembangan ekonomi berbasis
lingkungan menjadi kunci untuk ketahanan jangka panjang. Pemerintah daerah
memiliki peran strategis dalam mengintegrasikan adaptasi perubahan iklim ke
dalam dokumen perencanaan wilayah seperti RTRW dan RZWP3K.
Suara dari
Timur untuk Dunia
Masyarakat pesisir Papua adalah penjaga garis depan
perubahan iklim, bukan hanya sebagai korban, tetapi juga sebagai aktor
perubahan. Suara mereka, kearifan mereka, dan perjuangan mereka harus menjadi
bagian dari narasi global dalam menghadapi krisis iklim. Perubahan iklim bukan
hanya soal angka dan data, melainkan soal manusia, rumah, budaya, dan masa
depan.
penulis: Natalie
J. Tangkepayung (Mahasiswa Magister Biologi Konservasi Jurusan
Biologi FMIPA Universitas Cenderawasih) dan Lisye Iriana Zebua (Dosen
pada Jurusan Biologi FMIPA Universitas Cenderawasih). Sumber: https://kabarpapua.co/perubahan-iklim-global-ancaman-nyata-bagi-pasifik-dan-pesisir-papua/
Komentar
Posting Komentar